Cara Penetasan Telur Ikan Serta Penjelasan Tata Cara Penetasan Telur Ikan Yang Benar
Proses penetasan telur ikan dimulai pada saat telah terjadi pembuahan atau bertemunya sel telur dan spema di lingkungan budidaya, dilanjutkan dengan proses embryogenesis yang meliputi proses perkembangan zygot, pembelahan zygot, blastulasi, gastrulasi, neurolasi dan organogenesis hingga telur menetas menjadi larva yang masih menyimpan kuning telur.
Keberhasilan penetasan telur dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor dari dalam yaitu kerja mekanik dari aktifitas larva sendiri maupun dari kerja enzimatis yang dihasilkan oleh telur. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi penetasan telur anatara lain suhu, kelarutan oksigen, intensitas cahaya, pH dan salinitas. Banyaknya telur yang berhasil menetas menjadi larva dikenal dengan nilai hatching rate (derajat penetasan telur)
Penetasan adalah perubahan intracapsular (tempat yang terbatas) ke fase kehidupan (tempat luas), hal ini penting dalam perubahan-perubahan morfologi hewan. Penetasan merupakann saat terakhir masa pengeraman sebagai hasil beberapa proses sehingga embrio keluar dari cangkangnya.
Sebelum dilakukan penetasan telur perlu dilakukan persiapan alat dan wadah penetesan telur. Air bersih diisi ke aquarium/fiber glass/bak untuk wadah penetasan telur ikan. Sebaiknya sebelum diisi air wadah penetesan terlebih dahulu dicuci dan disanitasi. Demikian juga air yang akan digunakan sebaiknya disaring terlebih dahulu.
Alat yang dibutuhkan saat penetesan telur adalah automatic water heatertermostat (Pemanas) dipasang pada wadah penetesan telur. Fungsi automatic water heatertermostat adalah untuk menstabilkan suhu yang dikehendaki. Aerator/blower berfungsi untuk mensuplai oksigen terlarut dalam penetasan telur ikan. Selanjutnya aerator dan automatic water heatertermostat dipasang pada wadah penetasan yang telah berisi air. Suhu air pada penetasan adalah 27 - 30 ˚C. Sebaiknya persiapan alat dan wadah penetasan dilakukan sehari sebelum telur ditetaskan.
Telur ditebar merata di dasar wadah penetasan dan diusahakan tidak ada telur yang menumpuk. Penebaran sebaiknya dilakukan sedikit demi sedikit agar tidak terjadi telur menumpuk. Telur yang menumpuk dapat mengakibatkan kematian. Saat telur menyentuh air pada waktu ditebar ke wadah penetasan, sperma dan telur tersebut mulai aktif. Pada waktu tersebut terjadi pembuahan telur oleh sperma. Telur yang dibuahi akan menetas setelah 24 - 36 jam. Hal yang perlu diperhatikan dalam penetasan telur ikan patin adalah fluktuasi suhu dan oksigen terlarut dalam air. Perubahan suhu sebaiknya tidak melebihi 2 ˚C. Oksigen terlarut dalam air adalah 6 – 8 ppm.
Penetasan terjadi karena 1) kerja mekanik, oleh karena embrio sering mengubah posisinya karena kekurangan ruang dalam cangkangnya, atau karena embrio telah lebih panjang dari lingkungan dalam cangkangnya (Lagler et al. 1962). Dengan pergerakan-pergerakan tersebut bagian telur lembek dan tipis akan pecah sehingga embrio akan keluar dari cangkangnya. 2) Kerja enzimatik, yaitu enzim dan zat kimia lainnya yang dikeluarkan oleh kelenjar endodermal di daerah pharink embrio. Enzim ini disebut chorionase yang kerjanya bersifat mereduksi chorion yang terdiri dari pseudokeratine menjadi lembek. Sehingga pada bagian cangkang yang tipis dan terkena chorionase akan pecah dan ekor embrio keluar dari cangkang kemudian diikuti tubuh dan kepalanya.
Semakin aktif embrio bergerak akan semakin cepat penetasan terjadi. Aktifitas embrio dan pembentukan chorionase dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar. Faktor dalam antara lain hormon dan volume kuning telur. Hormon tersebut adalah hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisa dan tyroid sebagai hormon metamorfosa, sedang volume kuning telur berhubungan dengan energi perkembangan embrio. Sedangkan faktor luar yang berpengaruh adalah suhu, oksigen, pH salinitas dan intensitas cahaya.
Proses penetasan umumnya berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi karena pada suhu yang tinggi proses metabolisme berjalan lebih cepat sehingga perkembangan embrio juga akan lebih cepat yang berakibat lanjut pada pergerakan embrio dalam cangkang yang lebih intensif. Namun suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menghambat proses penetasan, bahkan suhu yang terlalu ekstrim atau berubah secara mendadak dapat menyebabkan kematian embrio dan kegagalan penetasan.
Masa inkubasi telur ikan sangat bervariasi menurut spesies ikan. Menurut Zonneveld et al, (1991) Waktu yang diperlukan dinyatakan dalam ” derajat-hari” atau derajat-jam” misalnya 3 hari pada 25oC = 75 derajat-hari atau 36 jam pada 30oC = 112 derajat jam. Jumlah derajat jam atau derajat hari bergantung pada suhu inkubasi. Jumlah derajat hari/ jam yang diperlukan untuk pertumbuhan embrionik umumnya menurun dengan naiknnya suhu dalam kisaran yang ditolerir oleh spesies. Kepekaan telur selama proses inkubasi sangat bervariasi
Kelarutan oksigen didalam air juga akan mempengaruhi proses penetasan. Oksigen dapat mempengaruhi jumlah elemen-elemen meristik embrio. Kebutuhan oksigen optimum untuk setiap ikan berbeda tergantung jenisnya. Zonneveld et al, (1991) mengatakan selama inkubasi, suplai oksigen dan oleh karenanya kecepatan aliran air sangat penting. Kauer dan Toor ( 1987 ) menemukan pengaruh konsentrasi iksigen terhadap keberhasilan penetasan padatelur ikan karper batas terendahnya adalah 6 ppm.
Faktor cahaya yang kuat dapat menyebabkan laju penetasan yang cepat, kematian dan pertumbuhan embrio yang jelek serta figmentasi yang banyak yang berakibat pada terganggunya proses penetasan. Derajat keasaman ( pH) juga mempengaruhi proses penetasan. pH mempengaruhi kerja enzim chorionase dan pH 7,1 – 9,6 enzim ini akan bekerja secara optimum.
Keberhasilan penetasan telur dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor dari dalam yaitu kerja mekanik dari aktifitas larva sendiri maupun dari kerja enzimatis yang dihasilkan oleh telur. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi penetasan telur anatara lain suhu, kelarutan oksigen, intensitas cahaya, pH dan salinitas. Banyaknya telur yang berhasil menetas menjadi larva dikenal dengan nilai hatching rate (derajat penetasan telur)
Penetasan adalah perubahan intracapsular (tempat yang terbatas) ke fase kehidupan (tempat luas), hal ini penting dalam perubahan-perubahan morfologi hewan. Penetasan merupakann saat terakhir masa pengeraman sebagai hasil beberapa proses sehingga embrio keluar dari cangkangnya.
Sebelum dilakukan penetasan telur perlu dilakukan persiapan alat dan wadah penetesan telur. Air bersih diisi ke aquarium/fiber glass/bak untuk wadah penetasan telur ikan. Sebaiknya sebelum diisi air wadah penetesan terlebih dahulu dicuci dan disanitasi. Demikian juga air yang akan digunakan sebaiknya disaring terlebih dahulu.
Alat yang dibutuhkan saat penetesan telur adalah automatic water heatertermostat (Pemanas) dipasang pada wadah penetesan telur. Fungsi automatic water heatertermostat adalah untuk menstabilkan suhu yang dikehendaki. Aerator/blower berfungsi untuk mensuplai oksigen terlarut dalam penetasan telur ikan. Selanjutnya aerator dan automatic water heatertermostat dipasang pada wadah penetasan yang telah berisi air. Suhu air pada penetasan adalah 27 - 30 ˚C. Sebaiknya persiapan alat dan wadah penetasan dilakukan sehari sebelum telur ditetaskan.
Telur ditebar merata di dasar wadah penetasan dan diusahakan tidak ada telur yang menumpuk. Penebaran sebaiknya dilakukan sedikit demi sedikit agar tidak terjadi telur menumpuk. Telur yang menumpuk dapat mengakibatkan kematian. Saat telur menyentuh air pada waktu ditebar ke wadah penetasan, sperma dan telur tersebut mulai aktif. Pada waktu tersebut terjadi pembuahan telur oleh sperma. Telur yang dibuahi akan menetas setelah 24 - 36 jam. Hal yang perlu diperhatikan dalam penetasan telur ikan patin adalah fluktuasi suhu dan oksigen terlarut dalam air. Perubahan suhu sebaiknya tidak melebihi 2 ˚C. Oksigen terlarut dalam air adalah 6 – 8 ppm.
Penetasan terjadi karena 1) kerja mekanik, oleh karena embrio sering mengubah posisinya karena kekurangan ruang dalam cangkangnya, atau karena embrio telah lebih panjang dari lingkungan dalam cangkangnya (Lagler et al. 1962). Dengan pergerakan-pergerakan tersebut bagian telur lembek dan tipis akan pecah sehingga embrio akan keluar dari cangkangnya. 2) Kerja enzimatik, yaitu enzim dan zat kimia lainnya yang dikeluarkan oleh kelenjar endodermal di daerah pharink embrio. Enzim ini disebut chorionase yang kerjanya bersifat mereduksi chorion yang terdiri dari pseudokeratine menjadi lembek. Sehingga pada bagian cangkang yang tipis dan terkena chorionase akan pecah dan ekor embrio keluar dari cangkang kemudian diikuti tubuh dan kepalanya.
Semakin aktif embrio bergerak akan semakin cepat penetasan terjadi. Aktifitas embrio dan pembentukan chorionase dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar. Faktor dalam antara lain hormon dan volume kuning telur. Hormon tersebut adalah hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisa dan tyroid sebagai hormon metamorfosa, sedang volume kuning telur berhubungan dengan energi perkembangan embrio. Sedangkan faktor luar yang berpengaruh adalah suhu, oksigen, pH salinitas dan intensitas cahaya.
Proses penetasan umumnya berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi karena pada suhu yang tinggi proses metabolisme berjalan lebih cepat sehingga perkembangan embrio juga akan lebih cepat yang berakibat lanjut pada pergerakan embrio dalam cangkang yang lebih intensif. Namun suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menghambat proses penetasan, bahkan suhu yang terlalu ekstrim atau berubah secara mendadak dapat menyebabkan kematian embrio dan kegagalan penetasan.
Masa inkubasi telur ikan sangat bervariasi menurut spesies ikan. Menurut Zonneveld et al, (1991) Waktu yang diperlukan dinyatakan dalam ” derajat-hari” atau derajat-jam” misalnya 3 hari pada 25oC = 75 derajat-hari atau 36 jam pada 30oC = 112 derajat jam. Jumlah derajat jam atau derajat hari bergantung pada suhu inkubasi. Jumlah derajat hari/ jam yang diperlukan untuk pertumbuhan embrionik umumnya menurun dengan naiknnya suhu dalam kisaran yang ditolerir oleh spesies. Kepekaan telur selama proses inkubasi sangat bervariasi
Kelarutan oksigen didalam air juga akan mempengaruhi proses penetasan. Oksigen dapat mempengaruhi jumlah elemen-elemen meristik embrio. Kebutuhan oksigen optimum untuk setiap ikan berbeda tergantung jenisnya. Zonneveld et al, (1991) mengatakan selama inkubasi, suplai oksigen dan oleh karenanya kecepatan aliran air sangat penting. Kauer dan Toor ( 1987 ) menemukan pengaruh konsentrasi iksigen terhadap keberhasilan penetasan padatelur ikan karper batas terendahnya adalah 6 ppm.
Faktor cahaya yang kuat dapat menyebabkan laju penetasan yang cepat, kematian dan pertumbuhan embrio yang jelek serta figmentasi yang banyak yang berakibat pada terganggunya proses penetasan. Derajat keasaman ( pH) juga mempengaruhi proses penetasan. pH mempengaruhi kerja enzim chorionase dan pH 7,1 – 9,6 enzim ini akan bekerja secara optimum.
0 Response to "Cara Penetasan Telur Ikan Serta Penjelasan Tata Cara Penetasan Telur Ikan Yang Benar"
Posting Komentar