Pembelajaran Kegiatan Penanganan Telur Ikan Berkualitas
A. Deskripsi
Kompetensi penanganan telur ikan Sifat dan karakteristik telur ikan, Teknik penanganan telur ikan, Tahapan perkembangan telur, Perhitungan fekunditas dan Perhitungan hacthing rate.B. Kegiatan Belajar
1. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari kompetensi penangan telur ikan anda akan memahami :
a. Sifat dan karakteristik telur ikan
b. Teknik penanganan telur ikan
c. Tahapan perkembangan telur
d. Perhitungan fekunditas
e. Perhitungan hatching rate
2. Uraian Materi
Mari kita bersyukur kepada Tuhan karena kita telah menghasilkan salah satu kegiatan pembenihan ikan yaitu telur ikan. Telur telur tersebut harus anda rawat dengan teliti, disiplin dan hati hati. Seperti halnya telur hewan lainnya, telur ikan juga sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan dan penangan yang kasar. Selain itu juga membutuhkan kenyamanan lingkungan seperti halnya mahluk hidup lainnya.
Karena telur-telur tersebut sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan maka maka anda harus menyiapkan tempat dan lingkungannya sebelum telur tersebut ada. Persiapan lingkungan tersebut seperti anda harus membersihkan bak tempat menetaskan telur agar terhindar dari hama dan penyakit. selain itu anda harus menyiapkan air yang sesuai dengan kebutuhan telur.
Sama halnya jika anda ingin berteman akrab dengan seseorang maka anda harus mengenal sifat-sifat calon teman anda tersebut. Demikian juga dengan telur, untuk memahami bagaimana menangani telur ikan anda harus tahu sifat dan karakter telur ikan. Oleh sebab itu anda harus mengetahui dan memahami sifat dan karakter telur ikan. Selain memahami sifat dan karakter telur ikan, anda juga harus memahami perkembangan telur mulai dari telur tersebut terbuahi, mengalami pembelahan sampai terbentuknya organ-organ. Dengan memahami perkembangan telur, anda akan memahami fase- fase yang paling sensitif dan fase yang paling penting mendapatkan perhatian.
Telur ikan memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda pada beberapa jenis ikan. Beberapa telur jenis ikan memiliki sifat dan karakteristik menempel di substrat, tenggelam, melayang, terapung dalam di perairan, misalnya Ikan mas, lele, patin memiliki sifat telur menempel pada substrat, ikan gurame terapung di permukaan air. Selain itu beberapa telur ikan memiliki perekat seperti telur ikan mas, lele, patin koi, koki dan sebagainya, sedangkan telur ikan bawal, grasscarp, nila, gurame,tawes tidak memiliki perekat.
Selain itu, proses penetasan telur juga bermacam macam. Proses penetasan telur ikan mas, lele, patin menempel pada substrat sedangkan telur ikan nila, bawal, grasscarp melayang layang dalam air, sedangkan telur ikan gurame terapung di permukaan air. Di alam, penetasan telur ikan nila dierami dalam mulut induk ikan betina, sedangkan telur ikan arwana dierami oleh induk ikan jantan. Sedangkan telur ikan gurame menetas di dalam sarang tetapi dijaga dan dirawat oleh induk betina. Sedangkan telur udang dierami pada bagian perut.
1. Buatlah beberapa kelompok pada kelas anda. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang anggota.
2. Coba anda amati jenis jenis telur biota air dibawah ini. Pengamatan dilakukan baik secara manual maupun menggunakan mikroskop
3. Catat ciri – ciri dan bagian bagian setiap jenis telur dan gambar pada buku anda. Gunakan literatur untuk menunjuk setiap bagian bagian telur
4. Amati karakteristik maupun ukuran setiap telur dibawah ini.
5. Amatilah proses perkembangan embrio dan organogenesis pada telur dan larva. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop.
6. Gambar setiap perkembangan embrio maupun organogenesis. Gunakan literatur untuk menunjuk / bagian bagian organ
7. Mengukur kualitas air penetasan telur
8. Amati sifat, warna dan karakteristik setiap jenis telur yang mati
Telur Ikan Arwana Telur Ikan Mas
Telur Ikan Gurame Telur Lobster
. Jenis jenis sifat dan karakteristik Telur Ikan
Mengamati
14
1. Sesuai hasil pengamatan anda tentang telur, coba anda diskusikan tentang :
a. Ukuran masing masing telur
b. Sifat masing masing telur
c. Proses perkembangan embrio telur
d. Proses organogenesis larva
e. Lama penetasan telur
f. Proses penetasan telur
g. Perbedaan telur yang mati dan hidup
1. Coba anda hitung telur ikan yang hidup dan yang mati
2. Berapa persen kah telur yang mati atau yang hidup
1. Coba anda diskusikan penyebab telur ikan mati
2. Bagaimana hubungan kualitas air dengan telur yang mati atau yang hidup
3. Bagaimana hubungan pada penebaran telur dengan survival rate telur
Menanya
Mengeksplorasi
Mengasosiasikan
4. Bagaimana pengaruh kualitas air dengan kecepatan perkembangan embrio telur ikan
1. Buatlah laporan mulai dari mengamati, menanya, ekprimen dan mengasosiasikan
2. Presentasikan hasil pengamatan, diskusi anda didepan kelas
a. Sifat dan Karakteristik Sperma dan Telur
Telur merupakan hasil akhir dari proses gametogenesis, setelah oosit mengalami fase pertumbuhan yang panjang yang sangat bergantung pada gonadotropin. Perkembangan diameter telur pada oosit teleostei umumnya karena akumulasi kuning telur selama proses vitelogenesis. Akibat proses ini, telur yang tadinya kecil berubah menjadi besar. Segera setelah sperma membuahi telur, maka telur ikan langsung mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut meliputi pembelahan sel yang satu menjadi sel yang lebih banyak yaitu 1,2,4, 8,16 dan seterusnya.
Pembelahan zygot (cleavage atoge) adalah rangkaian mitosis yang berlangsung berturut-turut segera setelah terjadi pembuahan. Pembelahan zygot berlangsung cepat sehingga sel anak tidak sempat tumbuh, sehingga ukuran sel anak makin lama makin kecil, sesuai dengan tingkat pembelahan. Akibatnya pembelahan menghasilkan kelompok sel anak yang disebut morula dan sel anak disebut blastomer. Blastomer melekat satu sama lain oleh kekuatan saling melekat yang disebut tigmotaksis.
Mengkomunikasikan
16
Menurut jumlah dan penyebaran kuning telur, pembelahan kuning telur; pembelahan dapat dibedakan menjadi dua macam ;
1. Pembelahan holoblastik, yaitu seluruh sel telur membelah menjadi dua bagian, kemudian anak sel tersebut membelah lagi secara sempurna dan seterusnya. Pada pembelahan ini dibagi lagi menjadi :
a. Pembelahan holoblastik sempurna (equal) dimana bidang pembelahan sel telur menjadi dua blastomer yang seragam. Pembelahan semacam ini terjadi pada sel telur isolechital (kuning telur yang penyebarannya merata).
b. Pembelahan holoblastik tidak sempurna ditemukan pada sel telur teleolecithal (penyebaran kuning telur lebih banyak di kutub vegetal) maka mitosis di kutub anima berlangsung lebih cepat dari pada di kutub vegetal. Pada akhir pembelahan jumlah blastomer di kutub anima lebih banyak dari pada di kutub vegetal, tertapi ukurannya lebih kecil. Blastomer-blastomer kecil yang terdapat di kutub anima disebut mikromer dan terdapat di kutub vegetal disebut makromer.
2. Pembelahan meroblastik, yaitu pembelahan mitosis tidak disertai oleh pembagian kuning telur (kuning telur yang tidak ikut membelah), dengan demikian membagi diri adalah inti sel dan sitoplasma di daerah kutub anima. Pembelahan tersebut terdiri dari :
a. Pembelahan meroblastik diskoidal, terjadi pada sel telur politelocithal (jumlah kuning telurnya banyak dan berkumpul di salah satu kontrol) misalnya; reptile, burung, mamalia dan ikan.
b. Pembelahan meroblastik superficial, terjadi pada sel telur sentrolechithal (kuning telur di bagian tengah sel). Karena kuning telurnya mengumpul, maka pada akhir pembelahan blastomer-blastomer merupakan lapisan yang mengililingi kuning telur, hal ini biasa ditemukan pada Arthopoda.
17
Effendie (1978) menyatakan bahwa pembelahan pada telur telolecithal dinamakan meroblastik dimana kuning telurnya tidak ikut membelah. Jadi yang membelah pada telur telolecithal hanya keping protoplasmanya saja yang terdapat di kutub anima. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Lagler (1972) bahwa pembelahan yang hanya berlangsung pada sitoplasma yang bukan kuning telur disebut sebagai pembelahan parsial (incomplete cleavage).
Lagler (1972) menyebutkan bahwa pembelahan pertama akan membagi blastodisk menjadi dua bagian yang selanjutnya masing-masing bagian akan membelah lagi menjadi 4, 8, 16 dan 32 sel. Pembelahan-pembelahan sel ini akan menghasilkan blastoderm yang makin lama makin menebal. Tahap pembelahan sel berakhir dengan terbentuknya rongga blastocoels yang terletak diantara blastoderm dan jaringan periblast yang menempel pada kuning telur (Lagler, 1972)
Menurut Effendie (1978), pembelahan pertama adalah meridional dan menghasilkan dua blastomer yang sama. Pembelahan kedua adalah juga meridional, tetapi arahnya tegak lurus pada dua blastomer pembelahan pertama dan menghasilkan empat sel yang sama besar. Pembelahan ketiga adalah equatorial menghasilkan 8 sel. Pembelahan ke empat adalah vertical dari pembelahan pertama dan menghasilkan 16 sel.
Hasil pembelahan sel telolechital akan terbentuk dua kelompok sel, yaitu kelompok sel-sel utama (blastoderm) yang akan membentuk tubuh embrio yang disebut sel-sel fornichik atau gumpalan sel-sel dalam; dan sel-sel pelengkap (tropoblast, periblast dan auxiliary cell) yang berfungsi sebagai pelindung antara embrio dengan induk atau dengan lingkungan luar.
Protoplasma dari telur Teleostei dan Elasmobranchia akan mengambil bagian pada beberapa pembelahan pertama. Kuning telur tidak turut dalam proses proses pembelahan, sedangkan perkembangan embrionya terbatas pada sitoplasma yang terdapat pada kutub anima. Telur ikan ovipar yang belum
18
dibuahi, bagian luarnya dilapisi oleh selaput yang dinamakan selaput kapsul atau chorion. Pada chorion ini terdapat sebuah mikropil yaitu suatu lubang kecil tempat masuknya sperma ke dalam telur pada waktu terjadi pembuahan. Selaput yang ketiga mengelilingi plasma telur dinamakan selaput plasma. Ketiga selaput ini semuanya menempel satu sama lain dan tidak ada ruang diantaranya. Bagian telur yang terdapat sitoplasma biasanya berkumpul di sebelah telur bagian atas yang dinamakan kutub anima, sedangkan bagian kutub yang berlawanan terdapat banyak kuning telur yang dinamakan kutub vegetatif. Kuning telur yang ada di bagian tengah keadaannya lebih pekat daripada kuning telur yang ada pada bagian pinggir karena adanya sitoplasma yang banyak terdapat di sekeliling inti telur.
Telur yang baru keluar dari tubuh induk dan bersentuhan dengan air akan terjadi perubahan yaitu selaput chorion akan terlepas dengan selaput vitelline dan membentuk ruang yang ini dinamakan ruang perivitelline. Adanya ruang perivitelline ini, maka telur dapat bergerak lebih bebas selama dalam perkembangannya, selain itu dapat juga mereduksi pengaruh gelombang terhadap posisi embrio yang sedang berkembang. Air masuk ke dalam telur yang disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan osmose dan imbibisi protein yang terdapat pada permukaan kuning telur.
Selaput vitelline merupakan penghalang masuknya air jangan sampai merembes ke dalam telur. Waktu yang diperlukan untuk pengerasan selaput chorion tidak sama bergantung pada ion kalsium yang terdapat dalam air. Menurut Hoar (1957) dalam Effendie (1997) telur yang ditetaskan dalam air yang mengandung kalsium klorida 0.0001 M, selaput chorionnya akan lebih keras dari pada telur yang ditetaskan di air suling.
19
Gambar 2. Telur ikan sebelum dibuahi oleh sel sperma
Pengerasan chorion akan mencegah terjadinya pembuahan polyspermi. Telur-telur ikan yang terdapat di perairan bebas masih sangat sedikit diteliti. Delsman (1921 – 1938) merupakan orang pertama yang melakukan penelitian secara mendalam terhadap telur dan larva ikan pelagis di Laut Jawa. Tidak semua telur ikan mempunyai bentuk yang sama, umumnya suatu spesies yang berada dalam satu genus mempunyai kemiripan atau mempunyai perbedaan yang kecil. Bermacam telur dan larva ikan bercampur aduk dalam tingkat perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan pola pemijahan ikan-ikan di Indonesia masih belum diketahui, sehingga ada kemungkinan didapatkan ikan- ikan yang memijah dalam sepanjang tahun.
Morfologi sel juga sering digunakan untuk meneliti kualitas telur dan parameter morfologi ini lebih sensitif dibandingkan dengan kelangsungan hidup (Kjorsvik (1990). Pada pembelahan awal (blastomer) embrio tidak berdiferensiasi dan ini menjadi dasar untuk perkembangan embrio selanjutnya. Kerusakan pada sel ini akan mempengaruhi perkembangan akhir dari embrio dan akhirnya akan terjadi kerusakan pada salah satu sel dalam perkembangannya. Pengamatan juga termasuk melihat simetri pembelahan awal serta banyaknya embrio dan larva yang cacat.
20
Effendie (1997) mengelompokkan telur ikan berdasarkan kepada kualitas kulit luarnya, yaitu antara lain :
a. Non adhesive : Telur mungkin sedikit adhesive pada waktu pengerasan cangkangnya, namun kemudian sesudah itu telur sama sekali tidak menempel pada apapun juga. Sebagai contohnya telur ikan salmon.
b. Adhesive : Setelah proses pengerasan cangkangnya telur itu bersifat lengket sehingga akan mudah menempel pada daun, akar tanaman, sampah, dll. Contohnya adalah telur ikan mas (Cyprinus carpio).
c. Bertangkal : Sungguh-sungguh merupakan keragaman yang khas dari bentuk adhesive, terdapat suatu bentuk tangkai kecil untuk menempelkan telur pada substrat. Telur macam demikian terdapat pada ikan smelt.
d. Telur berenang : Pada telur ini terdapat filamen yang panjang untuk menempel pada substrat atau filamen tersebut untuk membantu telur terapung sehingga sampai ke tempat untuk menempel didapatkan. Contohnya pada telur ikan hiu (Scylliorhinus)
e. Gumpalan lendir : Telur-telur diletakkan pada rangkaian lendir atau gumpalan lendir seperti pada ikan perch atau sebangsa ikan lele.
21
(a)
(b)
©
(d)
(e)
Gambar 3. Karakteristik telur ikan berdasarkan kulit luarnya (a) non adhesive, (b) adhesive, (c) telur bertangkai, (d) telur berenang (e) gumpalan lender.
Sedangkan bila telur dibedakan berdasarkan berat jenisnya, telur ikan dapat dibedakan menjadi :
a. Non bouyant : Telur yang tenggelam ke dasar bila dikeluarkan oleh ikan dan akan, tetap di sana. Golongan telur ini menyesuaikan dengan tidak ada cahaya matahari. Kadang-kadang telur ini oleh induknya ditaruh atau ditimbun oleh batu-batuan atau kerikil. Sebagai contoh yang khas dari telur macam demikian terdapat pada ikan trout dan ikan salmon.
b. Semi bouyant : telur tenggelam ke dasar perlahan-lahan, mudah tersangkut, dan umumnya telur itu berukuran kecil. Contohnya pada ikan Coregonus.
c. Terapung : Telur dilengkapi dengan butir minyak yang besar sehingga terapung. Umumnya terdapat pada ikan-ikan yang hidup di laut.
22
(a)
(b)
(c)
Gambar 4. Karakter telur berdasarkan berat jenisnya (a) buoyant, (b) semi buoyant, dan (c) non buoyant
Telur ikan juga dapat dibedakan berdasarkan jumlah kandungan kuning telurnya, antara lain :
a. Oligolecithal Telur yang mengandung kuning telur sangat sedikit jumlahnya. Contoh ikan yang mempunyai telur demikian adalah Amphioxus.
b. Telolecithal Telur telolecithal mengandung sejumlah kuning telur lebih banyak dari pada telur oligolecithal. lkan yang mempunyai telur telolecithal banyak terdapat di daerah yang bermusim empat, misalnya pada ikan Sturgeon,
23
c. Macrolecithal Telur yang mempunyai kuning telur relatif banyak dengan keping cytoplasma di bagian kutub animanya. telur macam ini banyak terdapat pada kebanyakan ikan.
1) Karakteristik Sperma
Sperma adalah gamet jantan yang dihasilkan oleh testis. Pada beberapa jenis ikan, sperma berwarna putih seperti susu. Hoar, ( 1969 ) mengatakan cairan sperma adalah larutan spermatozoa yang berada dalam cairan seminal dan dihasilkan oleh hidrasi testis. Campuran antara seminal plasma dengan spermatozoa disebut semen. Dalam setiap testis semen terdapat jutaan spermatozoa.
Penelitian Toelihere, ( 1981 ) menyebutkan sperma merupakan suatu sel kecil, kompak dan sangat khas, tidak bertumbuh dan membelah diri. Pada dasarnya sperma terdiri dari kepala yang membawa materi keturunan paternal dan ekor yang berperan sebagai alat penggerak. Sperma tidak memegang peranan apapun dalam fisiologi hewan yang menghasilkannya dan hanya melibatkan diri dalam pembuahan untuk membentuk individu baru.
Bentuk sperma yang telah matang memiliki struktur yang terdiri dari kepala, leher dan ekor flagela. Inti spermatozoa terdapat pada bagian kepala. Pada beberapa sperma mempunyai middle piece sebagai penghubung atau penyambung antara leher dan ekor. Middle piece ini mengandung mitokondria yang berfungsi dalam metabolisme sperma. Kepala spermatozoa secara umum berbentuk bulat atau oval, sedangkan sperma ikan sidat berbentuk sabit. Pada sperma ikan mas, nilem, tawes dan barbir kepala sperma berbentuk oval sedikit memanjang dimana perbandingan panjang kepala sedikit lebih besar dari pada leher kepala.
24
Sedangkan pada ikan mas koki dan sumatera, kepala sperma berbentuk bulat dimana panjang kepala hampir sama dengan lebar kepala.
Gambar 5. Bagian Bagian sperma ikan
Ukuran sperma pada ikan teleostei memiliki struktur yang sederhana dan ukuran yang hampir sama. Umumnya ukuran panjang kepala sperma antara 2-3 μm dan panjang total spermatozoanya antara 40 – 60 μm. Rata-rata ukuran lebar kepala dan panjang ekor sperma pada famili Cyprinidae adalah sebagai berikut.
25
Tabel 1. Rata-rata ukuran lebar kepala dan panjang ekor sperma ikan famili Cyprinidae Nama Ikan Lebar kepala (μm ) Panjang ekor (μm)
Mas
1,832 ± 0,179
33,733 ± 2,093
Mas Koki
1,859 ± 0,187
39, 973 ± 2,154
Nilem
1,499 ± 0,151
28, 829 ± 1,643
Tawes
1,496 ± 0,189
31, 147 ± 2,057
Sumatera
1,907 ± 0,154
30, 187 ± 1,639
Barbir
1,459 ± 0,159
28, 507 ± 2,402
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa ikan mas mempunyai ukuran lebar kepala sperma yang lebih besar dibanding ikan nilem, tawes dan barbir sehingga apabila sperma ikan mas digunakan untuk membuahi telur ikan nile, tawes dan barbir maka akan diperoleh jumlah larva yang relatif rendah karena kepala spermanya tidak dapat membuahi telur karena mikropil telur nilem dan barbir lebih kecil. Akan tetapi sebaliknya sperma ikan nilem, tawes dan barbir dapat digunakan untuk membuahi ikan mas yang berukuran diameter mikrofil telurnya lebih besar.
Lebar kepala sperma ikan tawes lebih kecil dari ikan sumatra sehingga sperma ikan sumatera tidak dapat digunakan untuk membuahi telur ikan tawes. Demikian juga antara ikan sumatera dengan ikan barbir mempunyai ukuran lebar kepala sperma yang berbeda, dimana sperma ikan sumatera lebih besar dibanding ikan barbir sehingga tidak dapat dimasuki mikrofil telur ikan barbir tetapi sperma ikan barbir dapat digunakan untuk membuahi telur ikan sumatera.
26
Pada sebagian besar pemijahan ikan, pembuahan telur terjadi di luar tubuh induk ikan. Sperma dikeluarkan induk jantan dan telur dikeluarkan oleh induk betina selanjutnya telur berenang ke arah telur dan pembuahan terjadi setelah sperma masuk melalui mikrofil. Selain itu, setelah telur dikeluarkan induk betina maka telur akan mengeluarkan hormon fertilizing yang berfungsi untuk mengarahkan sperma masuk ke mikrofil.
Pengukuran sperma ikan baik lebar kepala maupun panjang ekor sangat penting karena akan memberikan informasi yang berguna untuk teknik pembuahan buatan. Menurut Ginzburg ( 1972 ), keberhasilan suatu pembuahan tergantung pada kemampuan sperma melewati mikrofil telur. Pembuahan akan terjadi apabila ada spermatozoa aktif masuk ke dalam mikrofil yang sedang terbuka. Bagian kepala spermatozoa akan melebur dengan inti sel dan proses selanjutnya adalah pembelahan sel. Hal ini berarti bahwa lebar kepala sperma harus sesuai dengan ukuran diameter mikrofil telur. Selain itu, panjang ekor sperma sangat menentukan keaktifan dan kesehatan sperma itu sendiri.
Mikrofil adalah sebuah lubang kecil yang terletak pada kutub animal telur. Ukuran mikrofil bervariasi tergantung spesies. Ikan Fundulus peteroclitus misalnya diameter sekitar 2,5 mikron dan 1-1,5 mikron pada lubang didalamnya. Lubang mikrofil ini sedemikian kecilnya sehingga tidak mungkin dapat dilalui oleh spermatozoa lebih dari satu. Ketika satu spermatozoa masuk ke dalam mikrofil merupakan sumbat bagi yang lainnya dan setelah kepala spermatozoa itu masuk ke dalam maka bagian ekornya terlepas.
Sperma tidak bergerak dalam air mani. Ketika masuk ke dalam air akan aktif berenang. Pergerakan sperma normal adalah seperti linier, biasanya pola pergerakannya berbentuk spiral. Ketika ada rangsangan dari luar,
27
maka sperma dapat dikeluarkan (ejakulasi) dengan volume dan jumlah tertentu. Jumlah sperma berhubungan dengan ukuran jantan, lama dan jumlah ejakulasi serta berhubungan dengan jumlah telur yang dikeluarkan induk betina.
Tabel 2. Volume dan Jumlah spermatozoa dalam satu kali ejakulasi Jenis Ikan Rata-rata volume ( cc) Rata-rata Jumlah spermatozoa ( x109 )
Cyprinus carpio
2,90
26 - 28
Rutilus rutilus
3
11,1
Esox lucilus
<1
20,3 – 23,0
Salmo trutta
3,5
16,33
Oncorhynchus nerka
9,9
10,56
O. masu
12,8
21,23
Salmo gairdneri
3,5
-
Acipenser stellatus
110,8
3,19
Sumber energi utama bagi spermatozoa ikan mas adalah fruktosa dan galaktosa, sehingga motilitas (gerakan) spermatozoa dapat meningkat. Nurman (1995) melaporkan bahwa semen yang encer banyak mengandung glukosa, sehingga memberikan motilitas yang lebih baik terhadap spermatozoa. Scott dan Baynes (1980) mengatakan komposisi kimia semen ikan menyatakan bahwa semen yang kental dengan konsentrasi tinggi mengandung kadar potasium lebih tinggi akan menghambat pergerakan spermatozoa, sehingga motilitasnya rendah.
28
Tabel 3. Kecepatan dan lama Pergerakan spermatozoa ikan dalam air ( Ginzburg, 1972 ) Jenis ikan Temp (oC) Kecepatan maksimum (μm/detik ) Lama Pergerakan
Huso huso
16
100
-
Salmo trutta
12,5
164
63 detik
Coregonus lavaretus
11
180
50-60 detik
Esox lucius
21
100
3-4 menit
Abrama brama
19
-
10 menit
Carassius carassius
19
-
3 menit
Cyprinus carpio
18,21
-
3-5 menit
Terdapat hubungan antara volume semen dengan motilitas spermatozoa, yaitu semakin encer semen ikan maka motilitas spermatozoa semakin tinggi karena spermatozoa memperoleh zat makanan yang cukup dari plasma semen. Semakin encer semen ikan maka kadar sodium yang terdapat pada semen semakin tinggi, sehingga motilitas dan fertilitas spermatozoa semakin tinggi. Kualitas semen seperti konsentrasi spermatozoa, motilitas spermatozoa dan komposisi cairan plasma semen akan berpengaruh terhadap fertilitas spermatozoa.
Konsentasi spermatozoa yang tinggi dapat menghambat aktifitas spermatozoa, karena berkurangnya daya gerak, sehingga spermatozoa sukar menemukan atau menembus mikrofil sel telur yang mengakibatkan rendahnya fertilitas spermatozoa. Erdhal et al (1987) mengatakan
29
konsentrasi spermatozoa yang lebih tinggi kurang memberikan peluang kepada spermatozoa untuk membuahi sel telur karena spermatozoa secara bersama-sama bersaing memasuki mikrofil sel telur. Semen yang encer dengan konsentrasi rendah mempunyai motilitas lebih tinggi dan selalu diikuti oleh fertilitas yang lebih tinggi.
Daya tahan hidup spermatozoa dipengaruhi oleh pH, tekanan osmotik, elektrolit, non elektrolit, suhu dan cahaya. Pada umumnya sperma sangat aktif dan tahan lama pada pH ± 7. larutan elektrolit seperti kalium, magnesium dapat digunakan sebagai pengencer sperma.
Larutan non elektrolit dalam bentuk gula seperti fruktose atau glukosa dapat digunakan sebagai pengencer sperma. Suhu mempengaruhi daya tahan hidup sperma. Peningkatan suhu akan meningkatkan kadar metabolisme yang dapat mengurangi daya tahan hidup sperma. Cahaya matahari yang langsung mengenai spermatozoa akan memperpendek umur sperma.
Penggunaan hormon atau zat perangsang pada ikan mas jantan dapat meningkatkan volume semen dan kualitas spermatozoa. Saad dan Billard (1987) mengatakan penyuntikan ekstrak hipofisa secara homoplastik pada ikan mas dengan dosis 0,2 mg/kg bobot badan akan meningkatkan kadar gonadotropin dalam darah setelah penyuntikan 12 jam, sehingga volume semen yang dihasilkan meningkat.
Umur sperma dapat diperpanjang dengan berbagai cara misalnya disimpan pada suhu antara 0-5oC. Pada suhu tersebut sperma ikan mas dapat tahan selama 45 jam, sedangkan ikan catfish dapat bertahan berminggu-minggu. Sperma ikan salmon dapat bertahan beberapa minggu pada suhu -4oC
30
2) Karakteristik Telur
Telur merupakan cikal bakal bagi suatu mahluk hidup. Telur sangat dibutuhkan sebagai nutrien bagi perkembangan embrio, diperlukan pada saat ”endogenous feeding” dan exogenous feeding. Proses pembentukan telur sudah mulai pada fase differensiasi dan oogenesis yaitu terjadinya akumulasi vitelogenin ke dalam folikel yang lebih dikenal dengan vitelogenesis. Telur juga dipersiapkan untuk dapat menerima spermatozoa sebagai awal perkembangan embrio. Sehingga anatomi telur sangat berkaitan dengan anatomi spermatozoa.
Pada telur yang belum dibuahi, bagian luarnya dilapisi oleh selaput yang dinamakan selaput kapsul atau khorion. Di bagian bawah khorion terdapat lagi selaput yang dinamakan selaput vitelin. Selaput yang mengelilingi plasma telur dinamakan selaput plasma. Ketiga selaput ini semuanya menempel satu sama lain dan tidak terdapat ruang diantaranya. Bagian telur yang terdapat sitoplasma biasanya berkumpul di sebelah telur bagian atas dinamakan kutub anima. Bagian bawahnya yaitu kutub yang berlawanan terdapat banyak kuning telur yang disebut kutub vegetatif.
Kuning telur pada ikan hampir mengisi seluruh volume sel. Kuning telur yang ada bagian tengah keadaannya lebih padat dari pada kuning telur yang ada pada bagian pinggir karena adanya sitoplasma. Selain dari sitoplasma banyak terdapat pada sekeliling inti telur.
Khorion telur yang masih baru lunak dan memiliki sebuah mikrofil yaitu suatu lubang kecil tempat masuknnya sperma ke dalam telur pada waktu terjadi pembuahan. Ketika telur dilepaskan kedalam air dan dibuahi, alveoli kortek yang ada di bawah khorion pecah dan melepaskan material koloid-mucoprotein kedalam ruang perivitelin, yang terletak antara
31
membran telur khorion. Khorion mula-mula menjadi kaku dan licin, kemudian mengeras dan mikrofil tertutup. Sitoplasma menebal pada kutub telur yang ada intinya, ini merupakan titik dimana embrio berkembang. Pengerasan khorion akan mencegah terjadinya pembuahan polisperma.
Mutu telur dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi umur induk, ukuran induk dan genetika. Faktor eksternal meliputi pakan, suhu, cahaya, kepadatan dan polusi. Kamler ( 1992) mengatakan bahwa beberapa ikan Oncorhynchus mykiss memproduksi berturut-turut telur yang sedang subur dan besar, dan sifat ini bertahan selama kehidupan reproduktifnya dan menurun pada anak-anaknya. Ikan betina yang memijah pertama sekali menghasilkan telur-telur terkecil. Diameter telur meningkat dengan jelas untuk pemijahan pertama dan pemijahan kedua dan laju peningkatan ini lebih lambat pada pemijahan pemijahan selanjutnya.
Hubungan antara umur betina dengan ukuran telur adalah kuadrat dimana betina muda yang memijah untuk pertama sekali memproduksi telur-telur terkecil, betina umur sedang menghasilkan telur terbesar dan betina umur tua menghasilkan telur lebih kecil. Persentase protein dan lipida dalam telur ikan meningkat dengan meningkatnya umur ikan sampai nilai maksimum dan kemudian pada Cyprinus carpio jumlah asam-asam amino paling rendah pada umur induk betina 3 tahun dan paling tinggi pada umur 7-8 tahun dan menurun lagi pada umur 11 – 14 tahun. Hal yang sama juga terjadi pada laju pertumbuhan embrio yang lebih tinggi pada umur betina 6-8 tahun. Selain itu, ukuran tubuh induk menentukan ukuran tubuh keturunan. Kamler, ( 1992) menemukan 162 spesies ikan air tawar, diameter telur berkorelasi nyata dengan panjang ikan saat matang gonad. Demikian juga peningkatan bobot telur sejalan dengan peningkatan bobot badan.
32
Pasokan makanan lebih melimpah umumnya memproduksi telur yang lebih besar daripada spesies yang sama yang menerima lebih sedikit makanan. Tetapi pengaruh pasokan makanan tidak terlihat pada perubahan komposisi proksimat telur, persentase dan daya hidup larva. Pengaruh pembatasan makanan terhadap mutu telur diimbangi oleh fakta bahwa ikan dapat mempertahankan mutu telurnya dengan mempengaruhi jumlahnya dan lipida yang ada dalam gonad dapat digunakan untuk tujuan matabolik hanya di bawah kondisi kekurangan makanan yang parah.
Telur dari 71 spesies Cyprinidae ditemukan telur yang lebih besar diperoleh dari spesies yang menghuni perairan yang lebih dingin pada lintang tinggi. Terdapat keterkaitan antara suhu selama puncak pemijahan, ukuran telur dan larva pengeraman. Pada Oncorhynchus mykiss efisiensi pemanfaatan kuning telur untuk pertumbuhan embrio lebih rendah dalam perairan yang lebih dingin. Suhu hangat menyeleksi telur kecil karena telur besar mempunyai rasio permukaan terhadap volume yang lebih kecil, yang tidak sesuai di perairan hangat yang kekurangan oksigen. Pengaruh salinitas terhadap sifat telur ada kecenderungan telur ukuran kecil dihasilkan oleh ikan ikan laut. Demikian juga kandungan kalori bahan kuning telur.
Ikan yang menyebarkan telurnya ketika pemijahan, seperti pelagofil atau fitofil, memproduksi telur-telur kecil, telur ikan yang menyembunyikan telurnya berukuran lebih besar dan telur terbesar berasal dari ikan yang mempunyai banyak waktu geologis untuk mengembangkan perilaku pemeliharaan induk, misalnya ikan yang membawa telurnya secara internal.
33
Telur ikan ada yang mengapung di permukaan air atau melayang dalam air. Hal tersebut bergantung kepada berat jenis telur ikan berhubungan dengan kandungan butiran minyak di dalam telur.
b. Fekuinditas Telur Ikan
Fekunditas adalah jumlah telur yang terdapat pada ovari ikan betina yang telah matang gonad dan siap untuk dikeluarkan pada waktu memijah. Pengetahuan tentang fekunditas dibidang budidaya perikanan sangatlah penting artinya untuk memprediksi berapa banyak jumlah larva atau benih yang akan dihasilkan oleh individu ikan pada waktu mijah sedangkan dibidang biologi perikanan untuk memprediksikan berapa jumlah stok suatu populasi ikan dalam lingkungan perairan. Penghitungan pendugaan jumlah telur berdasarkan rumus Bagenal (1978) yaitu:
1. F = (Wg/Ws) x N
F : Fekunditas (jumlah telur dalam satuan gonad/ ikan)
Wg : Bobot gonad (g)
Ws : Bobot sub sample (g)
N : jumlah telur dalam sub sample
2. Mengitung langsung satu persatu telur ikan
34
3. Metode volumetrik yaitu dengan pengenceran telur X : x = V : v
Keterangan :
X : Jumlah telur yang akan dicari
x: Jumlah telur contoh
V : Volume seluruh gonad
v : Volume gonad contoh
4. Metode gravimetrik, prinsipnya sama dengan volumetrik, bedanya hanya pada ukuran volume diganti dengan ukuran berat.
Banyaknya telur yang belum dikeluarkan sesaat sebelum ikan memijah atau biasa disebut dengan fekunditas memiliki nilai yang bervariasi sesuai dengan spesies. Jumlah telur yang dihasilkan merupakan hasil dari pemijahan yang tingkat kelangsungan hidupnya di alam sampai menetas dan ukuran dewasa sangat ditentukan oleh faktor lingkungan. Dalam pendugaan stok ikan dapat diketahui dengan tingkat fekunditasnya. Tingkat fekunditas ikan air laut biasanya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar. Telur yang dihasilkan memiliki ukuran yang bervariasi. Ukuran telur dapat dilihat dengan menghitung diameter telur. Diameter telur merupakan garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur dengan mikrometer yang berskala yang sudah ditera. Pengamatan fekunditas dan diameter telur dilakukan pada ikan dengan TKG III dan IV
Di alam, pemijahan (spawing) dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (eksternal) misalnya : hujan, habitat, oksigen terlarut, daya hantar listrik, cahaya, suhu, kimia, fisika air, waktu (malam hari) dan lain – lain. Kondisi lingkungan ini akan mempengaruhi kontrol endokrin untuk menghasilkan
35
hormon – hormon yang mendukung proses perkembangan gonad dan pemijahan (Fujaya, 2004). Faktor – faktor tersebut berpengaruh terhadap jumlah telur yang akan dihasilkan (Heriyanto, 2011).
Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Semakin meningkat tingkat kematangan gonad garis tengah telur yang ada dalam ovarium semakin besar.Masa pemijahan setiap spesies ikan berbeda-beda, ada pemijahan yang berlangsung singkat (total leptolepisawner), tetapi banyak pula pemijahan dalam waktu yang panjang (partial leptolepisawner ) ada pada ikan yang berlangsung beberapa hari. Semakin meningkat tingkat kematangan, garis tengah telur yang ada dalam ovarium semakin besar pula (Arief, 2009).
Menurut Nikolsky (1967) jumlah telur yang terdapat dalam ovarium ikan dinamakan fekunditas individu. Dalam hal ini ia memperhitungkan telur yang ukurannya berlain-lainan. Oleh karena itu dalam memperhitungkannya harus diikutsertakan semua ukuran telur dan masing-masing harus mendapatkan kesempatan yang sama. Bila ada telur yang jelas kelihatan ukurannya berlainan dalam daerah yang berlainan dengan perlakuan yang sama harus dihitung terpisah (Wahyuningsih dan Barus, 2006).
Secara sederhana Fekunditas dapat diartikan oleh jumlah telur yang dikeluarkan oleh ikan. Terdapat beberapa jenis Fekunditas diantaranya:
1. Fekunditas individu adalah jumlah telur yang dikeluarkan dari generasi tahun itu dan akan dikeluarkan pada tahun itu pula.
2. Fekuinditas relatif adalah jumlah telur peratuan panjang dan berat.
3. Fekunditas total adalah jumlah jumlah telur yang dihasilkan ikan selama hidupnya.
36
c. Penetasan Telur Ikan
Proses penetasan telur ikan dimulai pada saat telah terjadi pembuahan atau bertemunya sel telur dan spema di lingkungan budidaya, dilanjutkan dengan proses embryogenesis yang meliputi proses perkembangan zygot, pembelahan zygot, blastulasi, gastrulasi, neurolasi dan organogenesis hingga telur menetas menjadi larva yang masih menyimpan kuning telur.
Keberhasilan penetasan telur dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor dari dalam yaitu kerja mekanik dari aktifitas larva sendiri maupun dari kerja enzimatis yang dihasilkan oleh telur. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi penetasan telur anatara lain suhu, kelarutan oksigen, intensitas cahaya, pH dan salinitas. Banyaknya telur yang berhasil menetas menjadi larva dikenal dengan nilai hatching rate (derajat penetasan telur)
Penetasan adalah perubahan intracapsular (tempat yang terbatas) ke fase kehidupan (tempat luas), hal ini penting dalam perubahan-perubahan morfologi hewan. Penetasan merupakann saat terakhir masa pengeraman sebagai hasil beberapa proses sehingga embrio keluar dari cangkangnya.
Sebelum dilakukan penetasan telur perlu dilakukan persiapan alat dan wadah penetesan telur. Air bersih diisi ke aquarium/fiber glass/bak untuk wadah penetasan telur ikan. Sebaiknya sebelum diisi air wadah penetesan terlebih dahulu dicuci dan disanitasi. Demikian juga air yang akan digunakan sebaiknya disaring terlebih dahulu.
Alat yang dibutuhkan saat penetesan telur adalah automatic water heatertermostat (Pemanas) dipasang pada wadah penetesan telur. Fungsi automatic water heatertermostat adalah untuk menstabilkan suhu yang dikehendaki. Aerator/blower berfungsi untuk mensuplai oksigen terlarut dalam penetasan telur ikan. Selanjutnya aerator dan automatic water heatertermostat dipasang pada wadah penetasan yang telah berisi air. Suhu
37
air pada penetasan adalah 27 - 30 ˚C. Sebaiknya persiapan alat dan wadah penetasan dilakukan sehari sebelum telur ditetaskan.
Telur ditebar merata di dasar wadah penetasan dan diusahakan tidak ada telur yang menumpuk. Penebaran sebaiknya dilakukan sedikit demi sedikit agar tidak terjadi telur menumpuk. Telur yang menumpuk dapat mengakibatkan kematian. Saat telur menyentuh air pada waktu ditebar ke wadah penetasan, sperma dan telur tersebut mulai aktif. Pada waktu tersebut terjadi pembuahan telur oleh sperma. Telur yang dibuahi akan menetas setelah 24 - 36 jam. Hal yang perlu diperhatikan dalam penetasan telur ikan patin adalah fluktuasi suhu dan oksigen terlarut dalam air. Perubahan suhu sebaiknya tidak melebihi 2 ˚C. Oksigen terlarut dalam air adalah 6 – 8 ppm.
Penetasan terjadi karena 1) kerja mekanik, oleh karena embrio sering mengubah posisinya karena kekurangan ruang dalam cangkangnya, atau karena embrio telah lebih panjang dari lingkungan dalam cangkangnya (Lagler et al. 1962). Dengan pergerakan-pergerakan tersebut bagian telur lembek dan tipis akan pecah sehingga embrio akan keluar dari cangkangnya. 2) Kerja enzimatik, yaitu enzim dan zat kimia lainnya yang dikeluarkan oleh kelenjar endodermal di daerah pharink embrio. Enzim ini disebut chorionase yang kerjanya bersifat mereduksi chorion yang terdiri dari pseudokeratine menjadi lembek. Sehingga pada bagian cangkang yang tipis dan terkena chorionase akan pecah dan ekor embrio keluar dari cangkang kemudian diikuti tubuh dan kepalanya.
Semakin aktif embrio bergerak akan semakin cepat penetasan terjadi. Aktifitas embrio dan pembentukan chorionase dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar. Faktor dalam antara lain hormon dan volume kuning telur. Hormon tersebut adalah hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisa dan tyroid sebagai hormon metamorfosa, sedang volume kuning telur berhubungan dengan
38
energi perkembangan embrio. Sedangkan faktor luar yang berpengaruh adalah suhu, oksigen, pH salinitas dan intensitas cahaya.
Proses penetasan umumnya berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi karena pada suhu yang tinggi proses metabolisme berjalan lebih cepat sehingga perkembangan embrio juga akan lebih cepat yang berakibat lanjut pada pergerakan embrio dalam cangkang yang lebih intensif. Namun suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menghambat proses penetasan, bahkan suhu yang terlalu ekstrim atau berubah secara mendadak dapat menyebabkan kematian embrio dan kegagalan penetasan.
Masa inkubasi telur ikan sangat bervariasi menurut spesies ikan. Menurut Zonneveld et al, (1991) Waktu yang diperlukan dinyatakan dalam ” derajat-hari” atau derajat-jam” misalnya 3 hari pada 25oC = 75 derajat-hari atau 36 jam pada 30oC = 112 derajat jam. Jumlah derajat jam atau derajat hari bergantung pada suhu inkubasi. Jumlah derajat hari/ jam yang diperlukan untuk pertumbuhan embrionik umumnya menurun dengan naiknnya suhu dalam kisaran yang ditolerir oleh spesies. Kepekaan telur selama proses inkubasi sangat bervariasi
Kelarutan oksigen didalam air juga akan mempengaruhi proses penetasan. Oksigen dapat mempengaruhi jumlah elemen-elemen meristik embrio. Kebutuhan oksigen optimum untuk setiap ikan berbeda tergantung jenisnya. Zonneveld et al, (1991) mengatakan selama inkubasi, suplai oksigen dan oleh karenanya kecepatan aliran air sangat penting. Kauer dan Toor ( 1987 ) menemukan pengaruh konsentrasi iksigen terhadap keberhasilan penetasan padatelur ikan karper batas terendahnya adalah 6 ppm.
Faktor cahaya yang kuat dapat menyebabkan laju penetasan yang cepat, kematian dan pertumbuhan embrio yang jelek serta figmentasi yang banyak yang berakibat pada terganggunya proses penetasan. Derajat keasaman ( pH)
39
juga mempengaruhi proses penetasan. pH mempengaruhi kerja enzim chorionase dan pH 7,1 – 9,6 enzim ini akan bekerja secara optimum.
1). Penetasan telur ikan Bawal
Telur ikan bawal bersifat tenggelam di dasar perairan namun proses penetasan melayang atau non buoyant, memiliki diameter telur yang besar berkisar antara 1,5 – 2 mm, dengan bobot 0,17 – 0,2 mg. telur ikan bawal dapat menyerap air dengan mudah bila tersentuh dengan air sehinga diameternya akan mengembang dan bertambah besar dua kali lipat jika dibandingkan dengan telur yang baru keluar dari tubuh induknya atau telur yang masih terdapat pada saluran gonad. Telur ikan bawal juga tidak menempel pada substrat karena tidak bersifat adhesive, sehingga tidak memerlukan substrat penempel dan dapat diserakkan di wadah penetasan. Ukuran telur bervariasi, tergantung dari umur dan ukuran atau bobot induk. Embrio akan tumbuh di dalam telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa.
Jumlah telur yang dikandung oleh setiap ekor induk ikan bawal dibuat dengan Fekunditas sangat bergantung pada bobot ikan tersebut. Semakin tinggi bobot induk, maka telur yang dihasilkan semakin besar jumlahnya. Rata-rata fekunditas untuk setiap kg induk ikan mas berkisar antara 200.000 – 300.000 butir telur per kg induk betina. Karena sifat telurnya yang tenggelam dan dapat bertumpuk satu sama lain maka memerlukan upaya pengadukan pada wadah penetasan sehingga setiap butir telur dapat
berinteraksi dengan media hidupnya dan memperoleh oksigen terlarut yang cukup sehingga telur dapat menetas secara optimal dan merata.
40
Gambar 6. Wadah Penetasan Telur Ikan bawal
Secara teknis telur ikan bawal yang telah dibuahi oleh sperma dari induk jantan di wadah pemijahan sebaiknya segera dipindahkan ke wadah penetasan telur yang telah disiapkan dengan menggunakan seser halus secara perlahan dengan ditampung di wadah seperti baskom terlebih dahulu.
Telur ikan bawal yang keluar dari hasil pemijahan harus segera di ambil menggunakan seser halus. Telur ikan bawal tersebut akan mengumpul dan mengendap pada salah satu bagian sudut wadah pemijahan. Telur-telur tersebut akan mati jika terlalu lama mengendap di dasar wadah perairan. Oleh sebab itu, telur ikan bawal harus segera diambil, walaupun induk ikan bawal belum selesai melaksanakan pemijahan. Pengambilan telur tersebut harus hati hati agar induk ikan tidak kaget. Jjika induk ikan bawal yang sedang memijah merasa terganggu dapat menyebabkan induk ikan bawal berhenti memijah, sehingga telur ikan bawal tidak semua keluar.
41
Gambar 7. Pemanenan dan Penetasan Telur ikan Bawal
Telur ikan yang sudah diambil segera dipindahkan ke dalam bak penetasan yang sebelumnya telah disiapkan. Persiapan bak penetasan telur ika bawal meliputi membersihkan, sanitasi, pemasangan aerasi, pengisian air dan memasukkan antiseptik. Bak penetasan telur ikan bawal dapat berbentuk lebih baik berbentuk kerucut agar telur ikan bawal lebih mudah ter aduk.
42
Gambar 8. Macam-macam bentuk wadah penetasan telur ikan bawal
Pada saat penetasan telur ikan bawal di bak penetasan perlu diperhatikan besar kecilnya aerasi yang masuk kedalam bak penetasan. Aerasi yang terlalu besar masuk kedalam bak penetasan dapat menyebabkan telur ikan bawal teraduk lebih keras yang sehingga membentur dinding bak penetasan atau membentur sesama telur ikan bawal. Hal ini mengakibatkan telur ikan bawal tidak menetas atau mati. Sebaliknya jika aerasi yang terlalu kecil dapat menyebabkan telur ikan bawal mengendap didasar bak. Telur ikan bawal yang mengendap di dasar bak mengakibatkan telur mati.
Suhu air penetasan telur ikan bawal yang baik adalah 26 – 30oC. Selain itu penurunan kadar oksigen terlarut dalam air penetasan telur ikan
43
bawal sering menyebabkan telr ikan bawal tidak menetas. Penurunan kadar oksigen terlarut dalam air penetasan disebabkan banyak telur yang tidak menetas dan pecah. Jika terjadi penurunan kandungan oksigen terlarut dalam air penetasan sebaiknya dilakukan pneggantian air. Penggantian air dilakukan sebanyak ½ dari total air. Kandungan oksigen terlarut untuk penetasan telur ikan bawal adalah 6-8 ppm. Telur ikan bawal akan menetas setelah 20 – 24 jam dari pembuahan
(2). Penetasan Telur Ikan Mas
Induk ikan mas yang telah memijah akan menempelkan telur di substrat. Umumnya substrat yang digunakan adalah ijuk yang ditata rapi yang disebut kakaban. Telur ikan dipindahkan ke bak penetasan setelah induk ikan mas selesai memijah. Jika pada kakaban terdapat lumpur atau kotoran sebaiknya dibersihkan terlebih dahulu sebelum dipindah ke bak penetasan telur. Pada bak penetasan kakaban yang berisi telur diletakkan dengan posisi tenggelam dalam air.
Gambar 9. Penetasan Telur Ikan Mas
44
Air pada bak penetasan telur ikan mas dipasang aerasi untuk mensuplai oksigen terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam air penetasan telur ikan mas adalah 6-8 ppm. Kualitas air lainnya untuk penetasan telur ikan mas adalah suhu 26-30oC, pH 6-8, amonium 0,1 ppm. Telur ikan mas akan menetas setelah 36 – 48 jam dari pembuahan.
(3). Penetasan Telur Ikan Patin
Pada kegiatan pembelajaran 4 pada semester 3 telah disampaikan bahwa, ikan patin hanya dapat dipijahkan dengan cara buatan. Induk ikan disuntik menggunakan menggunakan hormon. Setelah 6-8 jam dari penyuntikan ke dua, telur induk betina dikeluarkan dengan cara stripping / diurut.
Induk ikan patin diurut dan telur akan keluar selanjutnya ditampung dalam mangkok. Sebelum dikeluarkan telurnya, induk ikan patin terlebih dahulu di lap sampai kering agar air pada tubuh ikan tidak masuk kedalam mangkok. Mangkok wadah penampungan telur, harus kering dan steril. Mangkok yang basah mengakibatkan telur dan sperma akan aktif sebelum diaduk. Dengan demikian telur dan sperma akan memiliki umur yang pendek dan mati.
Selanjutnya induk jantan ditangkap dan tubuhnya di lap sampai kering. Bagian perut induk ikan patin diurut mulai dari bagian dada ke arah kelamin. Sperma yang keluar ditampung pada mangkok yang telah berisi telur. Selanjutnya telur dan sperma dalam mangkok diaduk menggunakan bulu ayam yang kering sampai merata. Untuk memudahkan pengadukan, telur dan sperma dalam mangkok dapat dicampur larutan fisiologi natrium klorit atau sodium klorit. Selanjutnya telur yang telah diaduk merata, di tebar dalam bak penetasan yang telah
45
disiapkan sebelumnya. Telur yang ditebar kedalam wadah penetasan harus merata dan tidak ada yang menumpuk. Telur yang menumpuk dapat menyebabkan telur ikan mati.
Wadah penetasan telur ikan patin dapat berupa akuarium, bak atau fiberglass. Wadah penetasan tersebut disiapkan dengan mencuci, sanitasi, pengisian air dan pemasangan aerasi. Air yang dimasukkan ke dalam wadah penetasan sebaiknya disaring terlebih dahulu, agar lumut dan kotoran lainnya tidak ikut masuk ke dalam wadah penetasan.
Gambar 10. Proses Pemijahan dan Penetasan Telur Ikan Patin
d. Perkembangan Embrio
Perkembangan embrio pada telur ikan terjadi sejak pembuahan oleh sperma. Embrio adalah mahluk yang sedang berkembang sebelum mahluk tersebut mencapai bentuk definitif seperti bentuk mahluk dewasa. Pada
46
perkembangan mahluk hidup dalam proses embriogeneses terbagi menjadi tiga tahap yaitu :
1. Progenase : dimulai dari perkembangan sel kelamin sampai zygot
2. Embriogenese : Proses perkembangan zygot pembelahan zygot, blastulasi, gastrulasi dan neorolasi sampai pembelahan zygot
3. Organogenese : Proses perkembangan alat-alat tubuh seperti jantung, paru paru, ginjal, otak dan sebagainya.
Pembelahan zygot adalah rangkaian mitosis yang berlangsung berturut-turut segera setelah terjadi pembuahan. Pembelahan zygot berlangsung cepat sehingga sel anak tidak sempat tumbuh, sehingga besar sel anak makin lama makin kecil, sesuai dengan tingkat pembelahan. Akibatnya pembelahan menghasilkan kelompok sel anak yang disebut morula dan sel anak disebut blastomer.
Gambar 10. Perkembangan telur sampai penetasan larva ikan bawal
1
2
3
4
5
6
47
Pembelahan pertama akan membagi blastodisk menjadi dua bagian yang selanjutnya masing masing bagian akan membelah lagi menjadi 4,8,16 dan 32 sel. Pembelahan-pembelahan sel ini akan menghasilkan blastoderm yang makin lama makin menebal. Tahap pembelahan sel berakhir dengan terbentuknya rongga blastocoel yang terletak antara blastoderm dan jaringan periblast yang menempel pada kuning telur.
e. Proses telur menetas
Penetasan adalah perubahan intracapsular (tempat yang terbatas) ke fase kehidupan (tempat luas), hal ini penting dalam perubahan-perubahan morfologi hewan. Penetasan merupakann saat terakhir masa pengeraman sebagai hasil beberapa proses sehingga embrio keluar dari cangkangnya.
Penetasan terjadi karena 1) kerja mekanik, oleh karena embrio sering mengubah posisinya karena kekurangan ruang dalam cangkangnya, atau karena embrio telah lebih panjang dari lingkungan dalam cangkangnya (Lagler et al. 1962). Dengan pergerakan-pergerakan tersebut bagian telur lembek dan tipis akan pecah sehingga embrio akan keluar dari cangkangnya. 2) Kerja enzimatik, yaitu enzim dan zat kimia lainnya yang dikeluarkan oleh kelenjar endodermal di daerah pharink embrio. Enzim ini disebut chorionase yang kerjanya bersifat mereduksi chorion yang terdiri dari pseudokeratine menjadi lembek. Sehingga pada bagian cangkang yang tipis dan terkena chorionase akan pecah dan ekor embrio keluar dari cangkang kemudian diikuti tubuh dan kepalanya.
Semakin aktif embrio bergerak akan semakin cepat penetasan terjadi. Aktifitas embrio dan pembentukan chorionase dipengaruhi oleh faktor dalam dan luar. Faktor dalam antara lain hormon dan volume kuning telur. Hormon tersebut adalah hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisa dan tyroid sebagai hormon metamorfosa, sedang volume kuning telur berhubungan dengan energi
48
perkembangan embrio. Sedangkan faktor luar yang berpengaruh adalah suhu, oksigen, pH salinitas dan intensitas cahaya.
1). Stadia Pembelahan Zygot
Pembelahan zygot (cleavage atoge) adalah rangkaian mitosis yang berlangsung berturut-turut segera setelah terjadi pembuahan. Pembelahan zygot berlangsung cepat sehingga sel anak tidak sempat tumbuh, sehingga ukuran sel anak makin lama makin kecil, sesuai dengan tingkat pembelahan. Akibatnya pembelahan menghasilkan kelompok sel anak yang disebut morula dan sel anak disebut blastomer. Blastomer melekat satu sama lain oleh kekuatan saling melekat yang disebut tigmotaksis.
Menurut jumlah dan penyebaran kuning telur, pembelahan kuning telur; pembelahan dapat dibedakan menjadi dua macam ;
1. Pembelahan holoblastik, yaitu seluruh sel telur membelah menjadi dua bagian, kemudian anak sel tersebut membelah lagi secara sempurna dan seterusnya. Pada pembelahan ini dibagi lagi menjadi :
a. Pembelahan holoblastik sempurna (equal) dimana bidang pembelahan sel telur menjadi dua blastomer yang seragam. Pembelahan semacam ini terjadi pada sel telur isolechital (kuning telur yang penyebarannya merata).
b. Pembelahan holoblastik tidak sempurna ditemukan pada sel telur teleolecithal (penyebaran kuning telur lebih banyak di kutub vegetal) maka mitosis di kutub anima berlangsung lebih cepat dari pada di kutub vegetal. Pada akhir pembelahan jumlah blastomer di kutub anima lebih banyak dari pada di kutub vegetal, tertapi ukurannya lebih kecil. Blastomer-blastomer kecil yang terdapat di kutub anima disebut mikromer dan terdapat di kutub vegetal disebut makromer.
2. Pembelahan meroblastik, yaitu pembelahan mitosis tidak disertai oleh pembagian kuning telur (kuning telur yang tidak ikut membelah), dengan
49
demikian membagi diri adalah inti sel dan sitoplasma di daerah kutub anima. Pembelahan tersebut terdiri dari:
a. Pembelahan meroblastik diskoidal, terjadi pada sel telur politelocithal (jumlah kuning telurnya banyak dan berkumpul di salah satu kontrol) misalnya; reptile, burung, mamalia dan ikan.
b. Pembelahan meroblastik superficial, terjadi pada sel telur sentrolechithal (kuning telur di bagian tengah sel). Karena kuning telurnya mengumpul, maka pada akhir pembelahan blastomer-blastomer merupakan lapisan yang mengililingi kuning telur, hal ini biasa ditemukan pada Arthopoda.
Effendie (1978) menyatakan bahwa pembelahan pada telur telolecithal dinamakan meroblastik dimana kuning telurnya tidak ikut membelah. Jadi yang membelah pada telur telolecithal hanya keping protoplasmanya saja yang terdapat di kutub anima. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Lagler (1972) bahwa pembelahan yang hanya berlangsung pada sitoplasma yang bukan kuning telur disebut sebagai pembelahan parsial (incomplete cleavage).
Lagler (1972) menyebutkan bahwa pembelahan pertama akan membagi blastodisk menjadi dua bagian yang selanjutnya masing-masing bagian akan membelah lagi menjadi 4, 8, 16 dan 32 sel. Pembelahan-pembelahan sel ini akan menghasilkan blastoderm yang makin lama makin menebal. Tahap pembelahan sel berakhir dengan terbentuknya rongga blastocoels yang terletak diantara blastoderm dan jaringan periblast yang menempel pada kuning telur (Lagler, 1972)
Menurut Effendie (1978), pembelahan pertama adalah meridional dan menghasilkan dua blastomer yang sama. Pembelahan kedua adalah juga meridional, tetapi arahnya tegak lurus pada dua blastomer pembelahan pertama dan menghasilkan empat sel yang sama besar. Pembelahan ketiga
50
adalah equatorial menghasilkan 8 sel. Pembelahan ke empat adalah vertical dari pembelahan pertama dan menghasilkan 16 sel.
Organ-organ tersebut berasal dari ectoderm, endoderm, dan mesoderm. Dari ectoderm akan terbentuk organ-organ susunan syaraf dan epidermis kulit. Dari endoderm akan terbentuk saluran pencernaan dan alat pernafasan, sedangkan dari mesoderm akan muncul rangka otot, alat-alat peredaran darah, alat ekskresi, alat reproduksi dan korum kulit (Nelsen, dalam Effendie, 1978).
Dari ectoderm selanjutnya akan muncul lapisan luar gigi, epithelium, olfaktoris, syaraf, lensa mata dan telinga dalam. Mesoderm terbagi menjadi bagian dorsal, intermediet, dan lateral. Mesoderm dorsal terbagi menjadi dua kelompok somit. Tiap somit terbagi menjadi tiga bagian yaitu skeleroton, miotom dan dermaton. Skeleroton membentuk rangka aksial. Miotom berkembang menjadi otot tubuh rangka apendiklar, sirip dan otot-ototnya. Dermaton berkembang menjadi jaringan-jaringan ikat dermis kulit dan derivate kulit termasuk kulit.
Mesoderm lateral menjadi lapisan dalam dan luar yang membungkus ruang coelom. Pelapis ruang pericardium, peritoneum, jantung, saluran darah, tubuh dan lapisan usus. Endoderm memasuki sel-sel kelamin primer dan membentuk lapisan epithelium dalam dan saluran alat pencernaan dan kelenjar-kelenjarnya (Lagler et al., 1977).
Hora dan Pillay dalam Effendie (1978) waktu yang dibutuhkan mulai dari pembuahan sampai menetas disebut masa pengeraman untuk beberapa ikan tropis berbeda-beda setiap jenis ikan seperti yang diperlihatkan pada tabel. Dari data masa pengeraman ini penting dalam hal menentukan kapan ikan menetas dan selanjutnya persiapan-persiapan yang dibutuhkan.
51
Tabel 4. Waktu dan derajat penetasan yang dibutuhkan dari beberapa jenis ikan. Jenis ikan Suhu penetasan, °C Lama waktu Derajat penetasan
Common carp (Cyprinus carpio)
20–22
3.5-4 hari
60–70
Pike-perch (Stizostedion lucioperca)
10–15
7–11 hari
100–110
Pike (Esox lucius)
8–15
8–12 hari
120
European catfish (Silurus glanis)
22–25
2.5-3 hari
50–60
Tench (Tinca tinca)
22–25
3 hari
60–70
Grass carp (Ctenopharyngodon idella)
22–25
1–1.5 hari
24–30
Silver carp (Hypophthalmichthys molitrix)
22–25
1–1.5 hari
24–30
Bighead carp (Aristichthys nobilis)
23–26
1–1.5 hari
26–30
Rohu (Labeo rohita)
24–30
14–20 jam
20–22
Catla (Catla catla)
24–30
14–20 jam
20–22
Asian catfish (Pangasius sutchi)
28–29
23–25 jam
?
Clarias macrocephalus
26–30
18–20 jam
?
Giant gourami (Osphronemus goramy.)
28
44–48 jam
?
Channel catfish (Ictalurus
24–30
14–20 jam
20–22
52
Jenis ikan Suhu penetasan, °C Lama waktu Derajat penetasan
punctatus)
Grey mullet (Mugil cephalus)
20–22
50–60 jam
?
Sapoara falsa (Curimata sp.)
25–26
15–16 jam
16–18
Cachama (Colossoma oculus)
25–26
18–19 jam
?
Copore (Prochilodus mariae)
25–26
17–18 jam
18–20
Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menghambat proses penetasan, bahkan suhu yang terlalu ekstrim atau berubah secara mendadak dapat menyebabkan kematian embrio dan kegagalan penetasan (Blaxler, 1969). Selain suhu, kelarutan oksigen juga akan mempengaruhi proses penetasan. Oksigen dapat mempengaruhi jumlah elemen-elemen meristik embrio. Kebutuhan oksigen optimum untuk setiap ikan berbeda tergantung pada jenisnya.
Nikolsky (1963) dalam Effendie (1997) menyatakan bahwa factor cahaya juga mempengaruhi masa pengeraman ikan, telur yang diletakkan pada tempat yang gelap akan lebih menetas lebih lambat dibandingkan dengan telur yang diletakkan pada tempat yang terang. Gas terlarut dalam air juga berpengaruh terhadap penetasan telur trerutama zat asam arang dan ammonia yang menyebabkan kematian embrio pada masa pengeraman. Tekanan zat asam dapat mempengaruhi unsur meristik yati jumlah tulang belakang, bila jumlah zat asam tinggi maka jumlah ruas tulang belakang bertabah, sebaliknya jika zat asam rendah maka jumlah ruas tulang
53
belakang berkurang jumlahnya. Faktor lain adalah intensitas cahaya, cahaya yang kuat dapat menyebabkan laju penetasan yang cepat, kematian dan pertumbuhan embrio yang jelek serta pigmentasi yang banyak berakibat pada terganggunya proses penetasan.
Effendi, (1978) mengatakan pembelahan pertama adalah meridional dan menghasilkan dua blastomer yang sama. Pembelahan kedua adalah juga meridional tetapi arahnya tegak lurus pada dua blastomer pembelahan pertama dan menghasilkan empat sel yang sama besar. Pembelahan ketiga adalah equatorial menghasilkan 8 sel. Pembelahan ke empat adalah vertikal dari pembelahan pertama dan menghasilkan 16 sel.
2). Stadia Morula
Stadia morula dimulai saat pembelahan mencapai 32 sel. Pada saat ini ukuran sel mulai beragam. Sel membelah secara melintang dan mulai membentuk formasi lapisan kedua secara samar pada kutub anima. Stadia morula berakhir apabila pembelahan sel sudah menghasilkan blastomer yang ukurannya sama tetapi ukurannya lebih kecil
3). Stadia Blastula
Stadia blastula dicirikan dua lapisan yang sangat nyata dari sel-sel datar menbentuk blastocoel dan blastodisk berada di lubang vegetal berpindah menutupi sebagian besar kuning telur. Pada proses ini tropoblas terletak diantara kuning telur dan sel-sel blastoderm dan membungkus semua kuning telur. Tropoblas yang berasal dari blastomer-blastomer paling tepi dan luar akan mebentuk lapisan yang terlibat dalam penggunaan kuning telur.
Menurut Effendi 1978 ) blastula awal ialah stadia blastula dimana sel-selnya terus mengadakan pembelahan dengan aktif sehingga ukuran sel-selnya semakin menjadi kecil. Pada stadia blastula ini terdapat dua macam
54
sel yaitu sel formatif dan non formatif. Sel formatif masuk ke dalam komposisi tubuh embrionik, sedangkan sel non formatif sebagai tropoblas yang ada hubungannya dengan nutrisi embrio.
4). Stadia Gastrula
Gastrulasi erat hubungannya dengan pembentukan susunan syaraf ( neorulasi ), penjelmaan bentuk primitif dan merupakan periode kritis perkembangan. Pada ikan teleostei mula mula terjadi penebalan di seluruh tepi blastodisk, dengan demikian terbentuk suatu lingkaran seperti cincin yang disebut cincin kecambah ( germ ring ). Di tepi caudal cakram kecambah, penebalan cincin lebih menonjol dan meluas ke arah dalam menuju pusat cakram kecambah. Cincin kecambah posterior yang keadaannya lebih tebal disebut perisai cincin kecambah.
Gastrulasi berakhir apabila kuning telur sudah tertutup oleh lapisan sel. Dan beberapa jaringan mesoderm yang berada sepanjang kedua sisi notochorda disusun menjadi segmen-segmen yang disebut somit, yaitu ruas yang terdapat pada embrio.
5). Stadia Organogenesis
Oganogenesis adalah proses pembentukan organ-organ tubuh mahluk hidup yang sedang berkembang. Dalam proses organogenesis terbentuk berturut-turut bakal organ antara lain syaraf, notochorda, mata, somit, rongga kuffer, kantung olfaktori, rongga ginjal, usus, tulang subnotochord, linea lateralis, jantung, aorta, insang, infudibulum dan lipatan-lipatan sirip.
Organ-organ tersebut berasal dari ektoderm, endoderm dan mesoderm. Dari ektoderm akan terbentuk organ-organ susunan syaraf dan epidermis kulit. Dari endoderm akan terbentuk saluran pencernaan dan alat pernafasan. Sedangkan dari mesoderm akan muncul rangka otot, alat peredaran darah, alat ekskresi, alat reproduksi dan korum kulit.
0 Response to "Pembelajaran Kegiatan Penanganan Telur Ikan Berkualitas"
Posting Komentar